Bekasi – Plh. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat II Ade Lili menegaskan kembali kepada masyarakat bahwa Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Pajak (Ditjen Pajak) tidak pemah mengeluarkan regulasi Amnesti Pajak jilid II. Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan PaJak Penghasilan Tertentu berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan dan PMK-165 tahun 2017 bukan dimaksudkan sebagai Amnesti Pajak jilid ll.
Ade Lili menielaskan bahwa PMK 165 tahun 2017 memang memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak memanfaatkan Amnesti Pajak untuk mengungkapkan dan melaporkan hartanya’ yang selarna mi tidak ataunbelurn di|aporkan di SPT Tahunan. Jika harta yang selama ini belum dilaporkan dl SPT dan wajib pajak secara sukarela melaporkannya, akan dianggap sebagai penghasilan bersih. Atas Penghasnan Bersih berupa harta tadi dikenakan tarif 30% untuk Orang Pribadi, 25% untuk Badan Usaha dan 125% untuk UMKM. Istilah PasFinal digunakan untuk Pengungkapan Aset secara Sukareia dengan tarif Final.
PP 35 2017 juga memberikan kesenipatan bagi wajib pajak yang telah ikut Amnesti Pajak namun gagal melakukan repatriasi atau tidak sempat memasukkan harta yang berada di Iuar negeri untuk diinvestasikan di Indonesia seiama minimal 3 tahun. Selain itu, PP 36 2017 juga memberikan kesempatan bagi peserta Amnesti Pajak yang belum mendeklarasikan seluruh harta yang dimiiikinya atau masih terdapat harta yang belum didekiarasikan untuk melaporkan harta tersebut. Tarif yang dikenakan bagi peserta Amnesti Pajak kelompok ini juga sama ya’itu 30% untuk Orang Pribadi, 25% untuk Badan Usaha dan 125% untuk UMKM.
Kesempatan untuk melaporkan harta yang belum dilaporkan dalam SPT atau belum diungkap dalam program Amnesti Pajak diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165 Tahun 2017.” pelaporannya berbeda dengan Amnesti Pajak yang diajukan dengan memasukkan Surat Pernyataan Harta (SPH). Jika PP 36 mengatumya dengan melaporkan melalui SPT Masa PPh Final. Itu juga perbedaannya dengan Amnesti Pajak,” pungkas Ade Lili.
Sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Amnesti Pajak bahwa bagi wajib pajak yang tidak memanfaatkan program tersebut akan dikenai sanksi sesuai Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yaitu dihitung mundur 5 tahun ke belakang sejak harta ditemukan Ditjen Pajak ditambah sanksi 2% per bulan. Sementara bagi peserta Amnesti Pajak yang gagal meiakukan repatriasi atau belum mengungkapkan seluruh hartanya, akan dikenai sanksi 200% dari nilai harta yang ditemukan.
Ditjen Pajak saat ini tengah gencar meminta klarifikasi atas harta-harta yang masih belum diiaporkan dalam SPT Tahunan. Data yang dimiiiki Ditjer. Pajak menyinyalir ada jutaan harta yang belum diiaporkan dalam SPT. Dada-data harta tadi diperoieh Ditjen Pajak dari beberapa sumber
yaitu Kementerian/Lembaga atau asosiasi seperti Bank lndonesia, Otoritas Jasa Keuangan, PPATK, BPN, Kemenkumham. lmigrasi, Bea Cukai dan lain-lain serta melalui pertukaran data antar negara karena Indonesia menandatangani kesepakatan dalam Automatic Exchange Of information (AEOI).
Ade Lili mengimbau jangan menunggu Untuk ditemukan Ditjen Pajak sebab sanksinya sangat berat Jika wajib pajak megungkapkan Sendiri secara sukarela maka sanksi-sanksi tadi tidak diberlakukan.
“Segeralah dllaporkan hartanya itu. Jangan menunggu kami datang dan menetapkan sanksmya,” ujarnya.(Jar)