Bekasi – Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman J. Putro menyikapi terkait obat yang hilang di gudang farmasi Dinas Kesehatan yang diutarakan dari hasil laporan hasil temuan BPK.
Menurutnya, kejadian itu disebabkan karena kemampuan kapasitas sumber daya manusia Pemkot Bekasi dari dulu tidak maju-maju dalam pengelolaan obat.
” Bukan masalah verifikasi, tapi memang tidak pernah dilakukan stock opname secara fisik, dan hanya konsolidasi dokumen (data) ini kesalahan fatal dalam Stock Management,” ungkap Politusi Partai Keadilan Sejantera (PKS). Senin (21/10/2019) diruang kerjanya.
Choiruman pun melihat dari dulu permasalahan obat ini diakibatkan Pemkot Bekasi belum memiliki management stok obat yang memadai.”Masalahnya, kelemahannya adalah managemen stok yang berbeda antara data kartu identitas barang (KIB) itu aktual barangnya (stok opname) ternyata tidak dilakukan secara fisik.”katanya.
Belum lagi lanjut dia, masalah obat ini selain selalu beda antara fisik dengan dokumen barang, juga antara inisiator dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membutuhkan barang yang sama belum dibuat dan minta segera dikeluarkan. setelah keluar barang tersebut belum di adminitrasikan.
“Atau masuknya barang management harusnya menggunakan metode FIFO (First In First Out) harus sama itu, karena itu bagian dari inventory (Persediaan), nah ini hampir sama dengan yang lain-lain stok kartu, stok semuanya hampir sama problem utama adalah kemampuan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemerintah daerah yang tidak maju-maju dalam pengelolaan stok,” kata Choiruman.
Masih kata Choiruman dengan management stok yang sangat rendah maka orang ngambil pun gak bakal ketauan, hilang apakah diambil orang atau karena tadi pengelolaan nah, itu problem.
“Belum lagi ada dokumen-dokumen misalnya barang di cek namun barang itu, ternyata sudah dikirim tapi tidak ada dokumen. Padahal, otoritas untuk mengeluarkan barang itu harus dari atasan langsung, nah tiba-tiba orang dibagian gudang itu bisa mengeluarkan tanpa itu semuanya ini ada dimanagement persedian barang, karenakan dia masuk di gudang.”ucapnya.
Hilangnya obat di gudang farmasi ini menurut dia, sebagai implikasi dari tidak bertanggung jawabnya pengelola gudang terkait dengan barang-barang yang mereka kelola.
“Artinya pertanggung jawabanya apa nih yang 32 jenis mau diapain, apakah mau diganti tetapi kalau di ganti itu bukan berarti tidak bakal terulang kembali kalau tidak ada perbaikan disistem, Tapi dalam kontek pertanggung jawaban bisa jadi, karena dia di anggap telah lalai maka diganti,” tambah dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati menampik bahwa obat tersebut dikatakan hilang dari gudang farmasi.
“Jadi itu bukan hilang namun ada selisih saat penjumlahan untuk pelaporan, karena waktu itu waktunya singkat. Harusnya kita mengklarifikasi atau mengevaluasi kembali seluruh laporan yang keluar masuk baik oleh gudang maupun oleh puskesmas.”ungkap Tanti Senin 14 Oktober lalu.
Tanti menjelaskan, dalam tata kelola pendistribusian obat dalam gudang farmasi sudah ada standart operasional Prosedur, baik itu pendistribusian, pembelian maupun pelaporannya.
“Kami sebagai pelaksana, menurut kami bahasanya itu bukan hilang tapi dalam pendataan obat yang dilaporkan oleh puskesmas atau internal ada yang kurang sinkron antara laporan puskesmas dengan yang update di gudang saat itu,”jelasnya.
“Sebetulnya kalau dibilang hilang, Bunda jadi bingung, pasti ada yang nyuri, tapi saya tidak berfikir seperti itu. Ini mungkin hanya kurang cermat merekap laporan oleh ke dua belah pihak baik itu dari puskesmas maupun dari pihak gudang. Meski begitu ini jadi catatan bagi kami kedepannya.”tutupnya.