Bekasi – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama TP PKK Kota Bekasi Kampanyekan Akhiri Pernikahan Anak.
Kampanye ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah bersama TP PKK serta lembaga masyarakat untuk mencegah perkawinan anak. diantaranya bersama-sama mendorong revisi Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, terutama pasal yang mengatur batas usia perkawinan.
Langkah progresif bersama-sama dilakukan pasca disahkan Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dimana batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Melalui kegiatan Kampanye Akhiri Pernikahan Anak ini merupakan komitmen Pemerintah Kota Bekasi dan lembaga masyarakat, mitra kerja, dan organisasi masyarakat untuk dapat bersama-sama memperkuat pencegahan perkawinan anak.
Kegiatan ini sangat diapresiasi oleh Ketua TP PKK Kota Bekasi, Gunarti Rahmat Effendi. Hal itu diutarakannya langsung, karena mengingat anak adalah penerus cita-cita bangsa.
“Tentunya saya sangat mengapresiasi. Jangan sampai rusak cita-cita anak dengan memaksa ia menikah saat belum cukup umur. Harus adanya pemahaman tentang pernikahan,” sebut Gunarti Rahmat Effendi.
Kata Gunarti, pernikahan merupakan hal yang wajib dilaksanakan tapi harus sesuai dengan prosedurnya. Seperti tidak cepat dan tidak lama, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
“Dan setelah menikah harus dua anak cukup. Itu merupakan program pemerintah. Dan anak itu, kita harus didik akhlak dan akademisnya, berikan arahan agar tak terjerumus ke arah yang negatif,” jelasnya.
Sementara, Kepala DP3A Kota Bekasi (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Riswanti menuturkan, perkawinan anak melanggar sejumlah hak asasi yang dijamin oleh Konvensi Hak Anak (KHA). Salah satunya adalah hak atas pendidikan.
“Sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak, usia layak menikah adalah di atas 18 tahun. Hal tersebut mempertimbangkan aspek psikologis, aspek kesehatan, aspek mental dan kesiapan ekonomi,” tutur Riswanti.
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya perkawinan anak dan hak-hak anak;
2. Tersosialisasikannya UU perkawinan yang baru nomor 16 tahun 2019, dimana usia kawin pertama baik laki laki maupun perempuan adalah usia 19 tahun.
Diketahui, Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak. Khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya. (HMS/Jar)