Farhat Abbas : jika PPKM Terus Diperpanjang Sangat Riskan Resikonya Bagi pemerintahan Jokowi

Jakarta– Sudah banyak pihak mengingatkan dan memohon, “Please Pak Presiden… Jangan diperpanjang”. Itulah permintaan dari berbagai komponen masyarakat atas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ternyata, PPKM Darurat yang diumumkan pada 3 Juli hingga 20 Juli diperpanjang. Apakah hanya sekali perpanjangannya, yakni sampai 26 Juli ini, atau akan tetap diperpanjang lagi?

Farhat Abbas
Ketua Umum Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI) Mengatakan, Mengacu kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa lalu yang mengalami beberapa kali perpanjangan, maka PPKM juga berpotensi diperpanjang juga, meski menggunakan istilah “level”, bukan darurat. Boleh jadi, penggantian istilah ini karena benturan yuridis akibat adanya pemaksaan istilah darurat seperti yang tertuang dalam terminologi militer. Ketika terminologi darurat tetap digunakan, maka menjadi keharusan mengukuti prasyarat kondisi darurat. Karenanya, istilah “level” tidak lagi menuai reaksi kontra.

” kita melihat PPKM diperpanjang dan tidak tertutup kemungkinan bisa lebih lama lagi. Hal ini sejalan dengan varian covid-19 yang makin berkembang dan ganas. Fakta bicara, jelang diberlakukan PPKM Darurat hingga kini, angka kematian atau yang terpapar covid-19 jauh lebih besar jumlahnya dibanding semasa PSBB. Dan fakta bicara pula, peningkatan jumlah keterpaparan dan kematian seiring dengan implementasi kebijakan vaksinasi. Sebuah renungan, apakah kebijakan vaksinasi untuk menciptakan imunitas dan keselamatan manusia, atau justru sebaliknya: koid? Sebagai masyarakat awam, yang dilihat adalah fakta kematian yang menaik tajam. Kesimpulannya, seperti ada miss dari vaksin yang disuntikkan. Karena itu, saat dokter Lois bersikap secara terbuka untuk mengkritisi kebijakan vaksinasi, masyarakat heboh. Pemerintah pun terpaksa mengambil tindakan tertentu: membungkamnya, ” jelas Farhat Abbas.

Lanjut ia mengatakan, yang perlu kita soroti tajam, masyarakat setanah air ini, bukan hanya se Jawa-Bali, sudah demikian lama menderita akibat krisis pendapatan yang cukup serius. Bagi mereka yang bergaji rutin (sebagai pegawai negeri sipil ataupun TNI/Polri) – boleh jadi – tidak merasakan krisis pendapatan. Tapi, bagaimana dengan nasib pekerja di sektor swasta, pekerja tidak tetap, bahkan mereka yang mengais rezeki yang bersifat harian? Kalangan ini sangat terpukul.

Baca Juga :   3 SKPD Sudah Menempati Gedung 10 Lantai Pemkot Bekasi

” Sebagian mereka yang berstatus pekerja swasta pun dibayang-bayangi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Dan hal ini akibat dari kemandegan roda industri atau perusahaan. Efek snow bowling yang dapat dimaklumi. Karena itu, jumlah pengangguran naik drastis: mencapai rerata 30% dari kondisi sebelum PSBB dan PPKM,” lanjutnya.

Sementara itu, mereka yang mengandalkan pendapatan harian dari kegiatan penjualan langsung dalam beraneka jenis, apakah tergolong esensial atau nonesensial, benar-benar diperhadapkan pukulan serius. Golongan pelaku ekonomi mikro-kecil ini sungguh babak-belur. Kita saksikan dan hal ini yang sungguh menyayat hati, ketika diberlakukan PPKM Darurat yang lalu terjadi perlakuan sadis yang sangat tidak manusiawi. Tidak hanya dilarang berkegiatan, tapi diambil paksa barang kegiatan dagangnya. Bahkan – seperti yang terjadi di Gowa – di antara pemilik warung makan terkena hajar Satpol Pamong Praja.

Sebagai komponen masyarakat, keluarga besar Partai Negeri Daulat (PANDAI) menilai, jika PPKM terus diperpanjang sangat riskan resikonya bagi pemerintahan saat ini. Risiko ini – bisa dibilang – sebagai the end of game Pak Jokowi. Jika teropongan politik ini diabaikan, maka kita perlu membaca sisi lain: siapa sebenarnya yang sedang menjerumuskan Jokowi? Kekuatan asing atau terjadi kekuatan sinergis-komprador dalam upaya menciptakan negeri ini berpuing-puing? Kelak, sejarah akan terungkap. (jar)