KOTA BEKASI – Kepala satuan kerja (satker) Pelaksanaan Jalan Nasionaal Wilayah (PJNW) 1 Jawa Barat – Ditjen Bina Marga Indra Rismawansyah mengklarifikasi adanya pemberitaan di salah satu media cetak/online terkait penyebab kerusakan serta beberapa permasalahan pada proyek Underpass Bulak Kapal (MYC) yang berlokasi di jalan H. Juanda Kota Bekasi oleh PT. Modern Widya Teknical (MWT).
Indra Rismawansyah, yang juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Barang Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Jawa Barat, telah mengirimkan hak jawab untuk, mengklarifikasi ke redaksi terkait pemberitaan salah satu media cetak dan online tersebut via email pada 13 September 2021 yang lalu.
Dalam hak jawab tersebut menjelaskan bahwa pembangunan Underpass Bulak Kapal (MYC) Kota Bekasi Jawa Barat saat ini prosesnya sudah berjalan dengan baik dimana progresnya lebih cepat dari rencana, dan serah terima pertama pekerjaan akan dilaksanakan pada 17 Maret 2022.
Sedangkan pemasangan papan informasi kegiatan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 4/PMK.08/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 120/PMK.08/2016 Tentang Tata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/Kegiatan Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Pasal 15A yang berbunyi:
“Kementerian Negara/Lembaga Pemrakarsa Proyek wajib membuat penanda aset SBSN dengan mencatumkan informasi sumber dana SBSN pada papan nama Proyek pada saat pelaksanaan pembangunan Proyek dan prasasti peresmian Proyek”.
Jadi poinya pelaksanaan pekerjaan Underpass Bulak Kapal sudah dilaksanaka sesuai spesifikasi umum Ditjen Bina Marga Tahun 2018, sedangkan terkait penyebab kerusakan/retak akibat tabrakan kendaraan dan kerusakan akan segera diperbaiki sebab proyek masih dalam proses pelaksanaan pekerjaan dan nantinya akan akan dipasang ubin khusus disabilitas.
Sementara Humas PT Modern Widya Teknical (MWT) Yakub mengatakan, hak jawab yang dikirim itu terkait etik dan hukum sesuai dengan peraturan pers dan wajib ditayangkan dimedia cetak dan online yang sama.
“Jadi ini ada dasarnya yaitu Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No. 40/1999 mewajibkan pers melayani hak jawab dan hak koreksi disertai ancaman pidana denda Rp 500 juta, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Ayat (2) undang-undang itu. Dengan demikian persoalan Hak Jawab bukan hanya masalah etik tetapi juga hukum,” ujar Yakub. Jumat (1/9/21) kepada awak media. (jar)