Kota Bekasi – sungguh sangat tidak menjadi panutan menjadi pelayan masyarakat seorang Kasat Reskrim kota Bekasi,Kompol Tribuana yang mengeluarkan pernyataan bahwa pemalsuan bukan merupakan Tindak pidana.
Hal ini terjadi ketika Mastaria Manurung (korban) ingin mempertanyakan kelanjutan dari laporan dipolres metro Bekasi Kota dengan Nomor STPL: LP/B/3004/X/2022/SPKT.SATRESKRIM/Restro Bks Kota/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Oktober 2022 dengan sangkaan awal Pemalsuan Identitas KTP.
Namun apa yang terjadi,kami hanya mendapatkan tekanan dan bentakan dari seorang perwira AKP untung kanit jatanras,ucap Mastaria Manurung.
Prilaku AKP Untung tidak mencerminkan sikap sebagai perwira polri yang bersikap arogan di depan kasat reskrim, hingga kasat menyuruh akp untung keluar ruangan.dan AKP untung menjawab dia ( pelapor ) yang keluar ini ruangan saya,ucapnya
Mastaria mengatakan,atas kejadian ini saya akan melaporkan prilaku AKP Untung kepada propam,tegasnya.
Sementara saat menanyakan Kasat Reskrim Kompol Tribuana,namun Kompol Tribuana dengan santainya menjawab,” kasus ini sudah di hentikan karena tidak cukup bukti,dan sudah di SP2 lit kan,
“Silahkan kalau saudara tidak terima dengan SP2 lit nya,di Uji melalui Pra Peradilan,dan kasus ini juga bukan tindak pidana ucap Tribuana saat di tanya Media ini.rabu (12/4/2023)
Menanggapi pernyataan Kasat Reskrim tersebut,Unggul SH selaku kuasa hukum dari pelapor(Korban) Mastaria Manurung mengatakan dengan tegas kalau SP2 lit itu bisa di batalkan dan tidak bisa di ajukan ke pra peradilan,tegas Unggul SH.
Tidak masuk akal dan tidak mendasar jika seorang Kasat Reskrim Pemalsuan yang dilakukan Moch Zaenal Arifin bukan Pidana,Unggul SH menegaskan sudah jelas Pemalsuan dan sudah di pergunakan untuk BPKB 1 unit mobil.
“Tapi jika belum di pergunakan,ini belum terjadi tindak pidananya.
Unggul SH menegaskan bahwa penghentian penyelidikan sebagai salah satu proses dalam kegiatan penyelidikan tidaklah dapat dimasukkan sebagai salah satu objek pengujian dalam praperadilan. Hal tersebut dikarenakan penyelidikan dan penyidikan walaupun keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun keduanya merupakan dua tindakan dengan karakteristik serta memiliki implikasi yang berbeda. Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik belum masuk pro justitia sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai objek pengujian dalam praperadilan,kata Unggul SH dengan tegas.
Sementara menanggapi pernyataan kasat Reskrim kasus ini juga bukan merupakan tindak Pidana,dengan tegas Unggul SH menjelaskan,”Sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat.
Disebutkan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan bahwa:
Pasal 93 : Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Pasal 94 : Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 96A : Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).(Yanso)