Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan Ketua Komisi Penyeleggaraan Umum (KPU) Kota Bekasi Nurul Sumarheni, di Ruang Sidang DKPP di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/5/2019).
Ia diadukan oleh Amsar yang berprofesi sebagai wartawan dimedia online karena dinilai Pengadu bertanggungjawab atas pemindahan surat suara menggunakan truk terbuka tanpa ditutup terpal dari gudang logistik KPU di GOR Bekasi ke gudang logistik KPU di Kampung Cerewet, Bekasi Timur.
Selain itu, dalam sidang pemeriksaan tersebut Amsar juga menyebut dalam pemindahan surat suara tersebut tidak ada pengawalan dari kepolisian.
Terhadap peristiwa yang dipaparkan Amsar tersebut, Nurul selaku Teradu dalam perkara nomor 71-PKE-DKPP/IV/2019 ini mengakuinya
“Memang pada peristiwa 19 Maret 2019 itu pelaksana lapangan dalam hal ini petugas pengawas gudang melakukan kesalahan yang melanggar SOP yang kami buat, “tuturnya.
Lanjutnya, Hari tanggal 19 Maret Surat Suara DPD RI Provinsi Jawa Barat itu akan ke GOR Kota Bekasi yang menjadi lokasi sortiritas Surat Suara KPU Kota Bekasi, Jadi Kami memiliki beberapa gudang surat kota suara.
“Pertama ada di GOR Kota Bekasi , Kedua KPU kota Bekasi dan Ketiga di kampung Cerewet, itu sudah ada penanda benner yang cukup besar yang kami cantumkan bahwa itu Gudang logistik KPU kota Bekasi.” jelas Nurul.
Kembali pada tanggal 19 Maret, Nurul menjelaskan karena hari itu surat suara harus dipindahkan karena keterbatan ruangan.Bahwa pemindahan surat suara dengan truk bak terbuka merupakan hasil rapat yang dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019 malam. Ia menambahkan bahwa hasil kesepakatan dalam rapat tersebut akan menggunakan truk terbuka yang dilengkapi dengan interpal untuk melindungi surat suara dari hujan serta tidak menarik perhatian dari masyarakat. Pemindahan dengan truk terbuka dilakukan karena berdasarkan keterangan Kasek KPU Kota Bekasi dalam rapat tanggal 18 Maret 2019 anggaran tidak mencukupi untuk menyewa truk bak tertutup.
“Biasanya sesuai dengan SOP dalam memindahkan surat suara menggunakan dua mobil box tetapi mengingat hari itu kami harus cepat memindahkan surat suara maka pada tanggal 18 Maret malam kami melakukan rapat. Memutuskan untuk menyewa truk bak terbuka dan pada saat itu saya juga tanyakan pada sekretaris dari segi anggaran bagaimana, apakah memungkinkan meminjam armada yang lebih besar, ternyata angaran terbatas dan yang mampu kami sewa adalah truk bak terbuka. Pada saat itu juga kami putuskan untuk ditutup dengan terpal, supaya kondisinya aman dan tidak menarik perhatian masyarakat,” jelasnya.
“Tetapi pada tanggal 19 Maret pagi hari ketika truk sudah sampai di GOR dan dimuat surat suara, petugas pengawas gudang kami sudah masuk terlebih dahulu di ruang kemudi, yang mengatur dibelakang itu sopir. Sementara sopir orang yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan logistik,Namun ketika sopir ditanya petugas pengawas KPU kami apakah sudah beres, dijawab sudah Pak. Ternyata, tidak ditutup interpal,” imbuhnya.
Selanjutnya, terkait dengan pengamanan ia mengaku baru mengetahui tidak ada polisi yang mengawal dalam pemindahan surat suara setelah diklarifikasi oleh Bawaslu Kota Bekasi dari keterangan Suhardi selaku petugas pengawas gudang yang bertugas pada kejadian tersebut. Menurutnya, Suhardi sudah meminta pengawalan kepada polisi, tetapi karena belum datang maka Suhardi meminta polisi yang berjaga di GOR untuk mengawal. Namun, Suhardi ditolak karena menurut polisi yang berjaga di GOR tugas mereka hanya berjaga di gudang.
“Kapolres menyampaikan ke saya tidak usah terlalu formil kalau butuh anggota saya untuk pengamanan dan segala macam ambil saja termasuk untuk pengawalan pemindahan surat suara,” jelasnya.
Sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh Anggota DKPP ex officio Bawaslu RI Fritz Edward Siregar dengan anggota majelisnya dalah Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Barat yakni Abdullah (unsur Bawaslu), Undang Suryatna (unsur KPU), dan Wirdyaningsih (unsur masyarakat). Selanjutnya.(*)